March 16, 2014

Time Travel at The Museum

Front Gate
Museum di Tengah Kebun. Begitulah judul papan yang terpasang di pintu gerbang museum yang beberapa minggu lalu aku kunjungi. Tidak pernah menyangka sebelumnya bahwa ada museum selain Museum Nasional di tengah kota Jakarta dengan jumlah dan jenis koleksi yang sangat memukau. Seperti memasuki lorong waktu, museum yang sejatinya merupakan rumah pribadi Pak Syahrial Djalil ini, memamerkan koleksi barang antik yang sebagian besar didapat dari balai lelang Christie, yang tentu sudah terjamin keotentikan dan nilai sejarahnya. Tidak tanggung-tanggung jumlahnya, setiap sudut rumah tersebut dipenuhi dengan barang antik, meja-kursi, tempat tidur, lemari, peralatan makan, bahkan batu bata yang dipakai untuk mendirikan bangunan itu pun juga 'antik', diambil dari bekas bangunan VOC dan gedung meteorologi yang dibangun tahun 1896. Kurasa aku tidak akan panjang lebar menjelaskan koleksi-koleksi yang terkenal dari Museum di Tengah Kebun karena sudah banyak sekali artikel/blog yang menceritakan tentang seluk-beluk museum ini, monggo di-Googling saja hehe.... Aku hanya akan bercerita tentang apa yang kulihat dan kurasakan selama berkunjung ke museum wow ini.
Pathway
Setelah melewati jalan setapak nan asri, kami rombongan bertujuh, berdiri di halaman pintu masuk rumah yang dihiasi berbagai topeng, arca, pahatan kayu, lampu gantung antik, dan bahkan beberapa fossil menakjubkan. Salah satu objek yang menarik perhatian saya ialah fossil buah kelapa kembar. Saya pertama kali melihat buah semacam ini sewaktu masih SMP berkunjung ke Museum Nasional. Menurut mitos, buah kelapa berbentuk unik yang menyerupai panggul wanita ini dapat menyembuhkan jenis penyakit apa pun. Pohonnya sangat langka, tumbuh di pantai perairan Madagascar, pun berbuah setiap 7 tahun sekali. Karena tumbuh di pantai, buahnya seringkali jatuh ke laut, terbawa arus hingga ke perairan Indonesia, dan terdampar di pesisir pantai Sumatera. Karena sangat langka, buah tersebut hanya boleh dipersembahkan pada Raja, dan hanya Raja yang boleh meminum air dari buah kelapa tersebut. Hebatnya, kelapa kembar yang sudah membatu ini bisa ditemui di Museum Kebun, ada dua pula! Satu dipajang di halaman depan, satunya lagi dipajang di dalam rumah.
Rare Coconut Fossil
Banyak sekali fossil yang dipajang sesuka hati yang punya rumah, tidak terkecuali fossil ammonite yang sangat indah dan fossil lebah raksasa. Entah bagaimana ceritanya fossil tersebut diketemukan, dari mana asalnya, dan bagaimana akhirnya bisa sampai ke Indonesia, yang pasti fossil-fossil tersebut SANGAT langka.
Ammonite Fossil
Memasuki bangunan utama museum, terdapat lebih banyak lagi koleksi yang dipajang, ada sofa yang dibuat dari bekas dudukan gamelan, lemari kuno beserta isinya yang serba antik, meja dan kursi pendek yang sebenarnya tidak seragam tapi ditata seapik mungkin. Terdapat pula beberapa patung Buddha dengan berbagai versi. Lihat betapa kontrasnya interpretasi wajah Buddha dimana arca yang berasal dari Afghanistan terlihat "lebih manusiawi", dengan tampilan normal seperti orang pada zamannya, bukan sosok kedewataan dengan kuping panjang dan konde di kepala. Persamaannya hanyalah raut wajah yang tenang dan menentramkan. Sayangnya tidak terdapat cukup keterangan tentang sejarah kedua arca ini, tentang bagaimana ajaran Buddha bisa sampai ke Afghanistan dan bagaimana kehidupan masyarakat Buddha pada masa itu. Pengunjung hanya bisa berimajinasi dan berandai-andai dari patung-patung saksi bisu sejarah.

Buddha (left: from Myanmar, right: from Afghanistan)
Di ruangan lain yang berbeda, sekiranya terdapat dua buah benda yang sejarahnya berkaitan dengan Napoleon Bonaparte, yaitu lukisan potret dan satu set botol dan gelas wine. Lukisan tanpa keterangan nama pelukisnya itu dipercaya menggambarkan Napoleon sewaktu masih balita, sementara tempat minum wine itu juga dipercaya sering digunakan oleh Napoleon. Di dalam botol, terdapat beberapa mili wine merah dan putih, jika botolnya dibuka akan langsung tercium harum wine yang menyengat. Entah kenapa minuman wine tersebut ditinggal di dalam botol, sementara gelas-gelas lainnya dibiarkan terbuka dan berdebu. Lukisan itu pun juga dipajang di toilet tamu. Mungkin saking banyaknya benda koleksi, sulit untuk menyimpan tiap benda dengan perawatan ekstra.  
Painting and wine glass set -- used to be Bonaparte's possession
Memasuki ruang makan, terdapat sebuah meja panjang antik dan satu set peralatan makan lengkap yang masih digunakan oleh pemiliknya untuk makan. Piring dan mangkuknya terbuat dari keramik yang sangat ringan, sendok-garpunya pun ringan, gagangnya terbuat dari kayu, ada pula yang terbuat dari kayu utuh, semuanya kuno kecuali gelas minum yang terbuat dari kaca. Pemilihan warna yang sederhana namun elegan. Tidak ada keterangan sedikit pun tentang peralatan makan ini, bisa jadi pernah digunakan oleh Raja atau bangsawan VOC.

Dining Set
Di sisi lain meja terdapat sebuah kotak cantik untuk menyimpan daun teh yang jika dibuka di dalamnya terdapat kotak dengan ukuran lebih kecil yang terkunci rapat. Pada masanya harga teh lebih mahal daripada emas, sehingga harus diamankan dari pencuri, termasuk para pembantu rumah tangga. Teh hanya boleh dinikmati kalangan bangsawan, kotaknya pun didesain sedemikian rupa, state of the art, dilukis di kayu permukaan luar dan di dalamnya menggunakan sistem pengaman yang sulit ditemukan lubang kuncinya.

Tea Box
Di ruang kerja Pak Djalil, terdapat lemari kaca besar dan beberapa koleksi gerabah kuno, salah satunya adalah mangkuk biru dari abad ke-10. Dahulu pada masa awal kejayaan produksi keramik, tidak ada warna lain selain warna coklat alami dari gerabah itu sendiri. Kemudian bangsa Cina menemukan pewarna buatan, warna biru, yang sepertinya diujicobakan pada mangkuk tua ini. Walaupun terlihat belum sempurna dimana terdapat beberapa area mangkuk yang warnanya tidak rata, percobaan pewarnaan keramik menjadi bukti invovasi manusia dalam menciptakan warna.

Blue China
Salah satu favoritku di museum ini adalah satu set buah catur yang terbuat dari gading, desainnya sangat cantik dan detail. Sepertinya buah catur tersebut memang dibuat untuk dipajang, sayang kan kalau dipakai buat main catur beneran nanti gadingnya retak (berasa kaya yang punya).


Yup, rasanya cukup sekian segelintir cerita tentang koleksi museum ini. Masih ada ribuan koleksi mengagumkan lainnya di museum ini namun mustahil diceritakan satu per satu di blog ini J

Mendengar sedikit tentang Pak Djalil yang diceritakan oleh tour guide mengingatkanku akan sosok The Great Gatsby, pria kaya dengan harta berlimpah, istana mewah, namun hidup sendiri karena obsesi. Namun berkat kegigihannya, museum ini berhasil mengumpulkan kembali benda-benda bersejarah yang mungkin dahulunya berpindah-pindah tangan kembali ke Indonesia. Museum ini merupakan rumah bagi benda-benda antik yang tak ternilai harganya dan juga oase bagi para penikmat sejarah. Jika ingin berkunjung, harus reservasi terlebih dahulu, informasinya bisa didapat di tautan ini.

No comments:

Post a Comment