February 17, 2015

Mengenal Driving Pleasure

Selama tinggal di Indonesia, jarang banget nyetir mobil. Aku lebih prefer naik angkot, ojek, bus, atau kereta kalau pergi-pergi. Apalagi mobil yang kupunya jenis Toyota Cressida tahun 1986, tanpa AC, tanpa CD/radio, tanpa kaca film, dan suara mesinnya yang berisik. Mobil yang gak pernah bisa dibawa ngebut lebih dari 75 km/jam. Kalau pindah gigi lima, mesinnya meraung keras tapi tenaganya malah turun. Oleh karena itu mobilnya hanya dipakai di dalam kota, sekedar untuk jemput ponakan dari sekolah, untuk kondangan, atau untuk mengantar anggota keluarga yang sakit. Cressida malang, dibuang sayang karena masih butuh, tapi dipakai juga jarang karena boros bensin, mesin tua, dan panas kabinnya.

Ketika datang kesempatan mencicipi hidup di Jerman, mau gak mau aku harus belajar setir mobil lagi. Selain mesti belajar setir kiri, aku mesti belajar mengendarai Mercedes-Benz (MB), mobil yang tidak pernah kubayangkan akan bisa kukendarai. Mobil yang dulu kuanggap sama saja dengan mobil-mobil lain, hanya sebagai alat transportasi orang dari satu tempat ke tempat lain.

Setelah dua kali latihan setir, aku langsung diserahi kunci mobil tipe B 200 sebagai modal transportasiku selama di Jerman. Inget banget waktu itu sore-sore turun salju mau pulang dari kantor, masuk ke dalam mobil badan menggigil saking dinginnya. Kuputar kunci mobil untuk menyalakan heater sambil mencoba-coba tombol Navigation. Lalu aku coba menyalakan mesin....tapi kenapa gak mau nyala ya?! Padahal kuncinya udah sampai mentok kuputar ke kanan. Aku keluarkan kunci dan kumasukkan lagi, kuputar tapi tetap tidak mau menyala. Kucoba berkali-kali tetap nihil. Bingung dan gak habis pikir kenapa mobil sekelas MB sulit sekali menyalakannya. Badan semakin menggigil karena panas dari heater tidak cukup hangat jika mesinnya belum nyala dan salju yang turun semakin lebat. Akhirnya aku minta tolong teman untuk menjemput. Beruntung ada banyak teman baik yang membantu, mereka bilang bisa jadi mesin tidak mau nyala karena masalah aki. Mobil ditinggal di kantor dan aku pulang nebeng mobil teman. Esok paginya teman-teman pada bantu mengecek, dah ternyata oh ternyata, pedal kopling dan rem harus diinjak full waktu memutar kunci, baru mesinnya bisa nyala! Duh maklum ya orang kampung, gak ngerti cara nyalain mobil MB. Kenorakan berlanjut karena aku belum mengerti fungsi tombol-tombol di kokpit supir. Setelah membaca buku manual dan diajari teman-teman, akhirnya aku paham fungsi dan kegunaannya.

Selama dua minggu pertama, aku gak berani nyetir jauh-jauh, sebatas pulang-pergi rumah-kantor atau supermarket terdekat. Aku masih sangat gugup nyetir MB, belum bisa atur perpindahan gigi dengan mulus, belum bisa pegang stir yang relax. Setiap weekend, kalau ada acara jalan-jalan aku selalu duduk manis jadi penumpang sambil memperhatikan cara menyetir teman-temanku. Sampai suatu hari ada satu acara dimana aku sendiri yang harus menyetir. Lokasi acaranya 60 kilometer jauhnya dari rumah, mau gak mau harus memasuki jalan Autobahn. Aku mencoba rileks sebisa mungkin. Estimasi waktu perjalanan 35 menit menurut Navigation. Kupikir dengan waktu segitu jaraknya tentu tidak terlalu jauh. Tidak terpikirkan olehku bahwa sebenarnya aku mesti ngebut pada kecepatan tertentu untuk mencapai target 35 menit tersebut. Dalam Autobahn, setelah memasukkan gigi terbesar (ke-6), aku mencoba mengaktifkan fitur Cruise Control, program yang mengatur sendiri akselerasi kecepatan mobil pada speed yang kuinginkan sehingga aku bisa melepaskan kaki dari pedal kopling & gas, dan bisa fokus pada kendali setir. Awalnya terasa canggung dan was-was, khawatir mesin mati jika lepas kopling dan gas. Ternyata yang kukhawatirkan tidak terjadi, kecepatan mobil bertambah secara bertahap tanpa perlu menginjak apapun. Selanjutnya tinggal mengendalikan setir dan main kecepatan, jika dirasa terlalu cepat tinggal menurunkan speed, mobil akan melaju pelan dengan sendirinya, dan jika rem diinjak fitur Cruise Control non-aktif dengan sendirinya.

Kuberanikan diri setel kecepatan hingga 150 km/jam, ternyata suara mesin mobil tetap mulus, suara kabin tetap senyap, dan kendali setir tetap stabil. Walaupun ngebut tapi terasa aman. Jika jarak mobil dengan mobil lain terlalu dekat, program dalam mobil akan memberi peringatan. Juga kalau ada rambu batas maksimum kecepatan, display Navigation akan memunculkan peringatan speed limit. Untuk pertama kalinya aku merasakan nikmatnya menyetir mobil. Sekarang paham mengapa orang bela-belain beli mobil bagus, salah satu alasannya demi menikmati driving pleasure. Nikmatnya menyetir dengan cepat dan aman. Ditambah lagi dengan berbagai pemandagan cantik di sepanjang dataran Jerman yang relatif datar. Jalanannya tidak banyak kelokan dan ada banyak terowongan panjang yang menembus gunung. Jika suasana jalan gelap, lampu mobil secara otomatis nyala/mati sesuai keadaan, spektrum luas dan tingkat terangnya lampu juga diatur otomatis.

Front look
Driver's cockpit
7-gear shift
Cruise control
Automatic beam
Display Navigation sekaligus Audio & Bluetooth Telephone

Tiap mengendarai mobil ini selalu teringat kembali pada Cressida tua dan kondisi jalanan di Indonesia yang macet, banyak lubang dan kepungan motor. Memang tidak bisa dibandingkan, tapi dengan pengalaman mengenal driving pleasure ini jadi tambah semangat menabung agar benar-benar bisa memiliki mobil layak berpergian jauh suatu hari nanti. Amin! :)

No comments:

Post a Comment