Terinspirasi dari buku Robin Sharma tentang The Heart of The Rose, yaitu semacam metode meditasi untuk menentramkan pikiran dengan cara mengkonsentrasikan pandangan pada pusat bunga mawar selama setidaknya lima menit setiap hari, aku pun bertekad membeli bunga mawar setiap minggu dan mulai hunting pasar bunga di Bogor. Di Bogor memang bisa dengan mudah ditemukan toko-toko kebun yang menjual bibit bunga, tapi aku belum pernah menemukan florist yang khusus menjual bunga potong. Baru satu tempat yang aku juga baru tahu ternyata merupakan pasar bunga 24 jam, yaitu di gang kecil persis di sebelah Masjid Raya, dekat dari Stasiun Bogor.
H-3 Lebaran aku mengunjungi pasar tersebut dan terpukau dengan berbagai koleksi bunga cantik yang dijual. Niat awal hanya ingin membeli bunga mawar, jadi tergoda untuk membeli bunga-bunga lainnya. Karena masih awam dan nggak familiar dengan nama-nama bunga, aku menyebut tiap bunga itu berdasarkan warnanya; bunga putih, bunga kuning, bunga pink, bunga ungu muda, bunga ungu tua, dll (ketauan banget ndeso-nya). Perdana banget beli bunga, nggak ngerti harga jadi nggak bisa nawar macem-macem. Sebagian besar bunga dijual per tangkai, bunga mawar misalnya dijual Rp 5,000/tangkai. Memilihnya pun juga sebaiknya lebih cermat karena kita tidak tahu apakah itu bunga lama atau baru. Tapi dasar akunya compulsive buyer, jadi belinya sesuka hati, dimana ada bunga yang mataku nggak bisa lepas memandangnya, itu yang kubeli. Tapi yah semua bunga di pasar itu memang menarik, nggak bosen-bosen melihatnya. Duh seandainya punya duit dua ratus karung pasti kubeli semua itu bunga, bahkan mungkin kubeli juga sekalian ladang-ladangnya (amien!).
Jatuh cinta pada pandangan pertama |
Pembelian pertamaku meliputi bunga mawar, sedap malam, krisan, dan peacock. Aku sudah membayangkan betapa cantiknya bunga-bunga ini nantinya jika dipajang di ruang tamu, memaniskan suasana Lebaran. Begitu sampai rumah, jeng jeng aku baru menyadari ternyata aku belum punya vas besar. Tangkai bunga-bunga ini begitu panjang hingga terpaksa dipotong setengahnya. Akhirnya bunga-bunga tsb kubagi menjadi tiga buket masing-masing dalam gelas tinggi dan dipajang di ruang tamu, ruang makan, dan kamar mandi. Di antara bunga-bunga tsb, bunga sedap malam yang paling harum. Bunga mawar juga harum tapi tidak sekuat wangi bunga sedap malam, apalagi jika malam menjelang, semakin malam semakin harum wanginya.
Minggu berikutnya aku berniat membeli bunga lagi, namun sayang ada cerita duka. Waktu itu aku lari pagi dari rumah ke lapangan Sempur. Dalam perjalanan aku mampir di pasar Anyar dan membeli bunga krisan putih, sedap malam, daisy, dan lily. Aku paling penasaran dengan bunga lily karena baru kali pertama itu aku melihat wujudnya, walaupun masih kuncup, aku ingin melihat seperti apa bunganya jika sudah mekar. Harganya pun cukup bikin tongpes, Rp 15,000/kuntum. Setelah membeli bunga, aku lanjut lari ke Sempur sambil memegang buket bunga, agak repot memang tapi rasanya happy, seperti membawa obor Olimpiade (haiyah). Begitu sampai di lapangan Sempur, aku meletakkan buket bunga tsb di pinggir lapangan, kemudian lanjut lari keliling track. Ketemu teman-teman sesama pelari, aku pun asyik ngobrol. Begitu mau pulang, aku kembali ke tempat awal menaruh bunga, dan jeng jeng ternyata buketku raib (hiks!). Aku pasang mata mencari jejak pencuri tapi nggak ada tanda-tandanya sama sekali, sejauh mata memandang nggak terlihat ada orang yang kabur kasak-kusuk bawa bunga. Teganya pencuri itu padahal aku sudah pengen banget lihat bunga lily mekar. Karena sedih dengan musibah kecil itu, aku pun lari ngacir pulang dari Sempur sampai ke rumah. Hikmahnya, aku jadi tahu ternyata jarak dari Sempur sampai rumahku itu 6 kilometer. Seandainya buket bunga itu tidak hilang, aku pasti malas lari dan memilih pulang naik angkot.
Beberapa hari kemudian, aku beli bunga lagi (belum kapok). Kebetulan temanku ingin beli bunga buat ibunya yang sedang berulang tahun, jadinya aku ikut-ikutan beli bunga juga. Kali ini bunga yang kubeli tidak banyak, hanya bunga krisan putih dan sedap malam. Kaget juga ternyata harga pasarannya naik seenak jidat. Bunga sedap malam yang sebelumnya kubeli Rp 10,000 dapat 4 tangkai, sekarang hanya bisa dapat 2 tangkai, bunga mawar pun yang tadinya Rp 5,000/kuntum sekarang jadi Rp 15,000/kuntum. Bisnis bunga ternyata gila-gilaan, harganya bisa sangat elastis tergantung supply & demand. Harga bisa dipengaruhi oleh kualitas bunga, jumlah stok, jumlah permintaan, sehingga harganya tidak bisa dipastikan, harga sekarang belum tentu sama dengan harga kemarin.
Sesampai di rumah, aku teringat belum juga sempat beli vas, akhirnya bunga yang kubeli terpaksa dipajang dalam botol minum. Tantangan yang kupelajari berikutnya adalah tentang bagaimana menyusun bunga. Tidak mudah lho merangkai bunga hidup, salah-salah bunganya bisa layu walaupun sudah direndam air. Menyusun bunga supaya bisa berdiri seimbang juga tidak mudah, walaupun bunga sudah kuputar-putar tapi tetap saja berdirinya mencong kiri/kanan. Tipsnya adalah tidak boleh dipaksakan, memasukkan bunga harus perlahan-lahan agar tidak mendorong bunga lain dan bergesekan dengan dinding vas. Bagian batang yang masuk ke dalam air juga harus dipotong, ujung batangnya pun dipotong miring, dan airnya diganti setiap hari. Jika bunga terlalu crowded di dalam vas nantinya akan sulit tumbuh, kuncupnya tidak akan bisa mekar, malah kelopak bunga dan daun-daunnya bisa rontok. Pantas saja ada ilmu yang namanya Ikebana, yaitu seni menyusun bunga hidup. Bunga memberikan semacam kekuatan yang menenangkan, menambah apresiasi terhadap alam, menghidupkan naluri sabar dan toleransi terhadap perbedaan. Puas rasanya jika berhasil menyusun bunga yang anggun dan pas kombinasinya. Menyusun bunga bisa menjadi momen lebih dekat dengan alam yang menenangkan pikiran, raga, dan jiwa.
Klo boleh tau nama floristnya apa trus alamatnya dmn y
ReplyDeleteBelinya di jejeran toko pedagang bunga di Pasar Anyar, di gang sebelahnya persis Masjid Agung.
DeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeletekalau bunga mawar yang merah kira2 harganya brp ya?
Delete