August 23, 2014

Refleksi Tengah Tahun

Tulisan ini seharusnya dibuat di pertengahan tahun, tapi karena banyak kesibukan (pret), dan gak terasa tau-tau bulan Agustus bakal segera berakhir, jadilah catatan renungan pribadi ini baru dibuat sekarang. Tinggal 4 bulan tersisa di tahun 2014, hiks...life definitely is too short. Kalau menelisik kembali daftar cita-cita yang kurencanakan di awal tahun, alhamdulillah 50%-nya sudah tercapai, sementara sisanya malah terasa makin melenceng dari kenyataan, wkwkwkw....bahkan aku sendiri heran kenapa dulu kok bisa bermimpi seperti itu. Am I really want to achieve those goals? Sejauh perjalanan di tahun 2014 ini, banyak hal tak terduga, banyak pengalaman yang membuka mata, dan banyak crossroads yang bikin galau tapi sekaligus juga memunculkan banyak harapan baru.

Salah satu hal yang paling terasa mengubah cara pandangku adalah lari. Tapi bukan lari dari kenyataan lho ya! Sudah 726 orang yang berkomentar seperti itu tiap kali melihatku lari (tepok pramuka..ehhh tepok jidat). Pertama kali aku rutin lari pas masih SMP, lari pagi sama papa keliling komplek rumah. Walaupun total jaraknya cuman 2 km tapi kok ya rasanya jauuuhhhh banget. Sekarang sejak adanya teknologi GPS sports tracker, jadi semangat buat lari karena seluruh aktivitas lari tercatat rapi dan bisa mengukur seberapa jauh kemampuan dan tingkat fitness-ku.

Hal yang membuat lari istimewa dari jenis olahraga lainnya adalah karena olahraga lari bertarung melawan diri sendiri. Jika olahraga semacam taekwondo, tinju, atau sepakbola memiliki target lawan yaitu orang lain yang menjadi musuh, maka di olahraga lari musuhnya adalah diri sendiri. Aku merasakan betapa sulitnya melawan batin yang seringkali berpikir untuk menyerah. Misalnya waktu pertama kali nyoba long run 21 km, otak udah mulai mencari-cari excuses, pikiran-pikiran kotor seperti; "udah sampai disini aja larinya, tuh ada angkot tinggal lompat bisa langsung pulang deh", "kakinya udah berasa panas tuh mending berhenti dulu", atau "gimana kalau aku pingsan di jalan, nanti siapa yang gotong?!"

Tapi begitu akhirnya sukses mencapai target lari, rasanya puaaassss banget...gak nyangka bisa ngalahin diri sendiri, yang selanjutnya berasa lebih pede buat pasang target lebih tinggi. Selain itu lari juga memberikan pengalaman travelling yang berharga. Bosen juga kalau berlari di tempat yang itu lagi-itu lagi. Aku selalu ingin mencari tempat-tempat baru yang jauh dari bising, yang lebih dekat dengan alam. Lari blusukan di hutan dan menyaksikan sendiri begitu indah ciptaan-Nya, terharu dan bersyukur masih memiliki mata, kaki, dan anggota tubuh yang lengkap untuk bisa menikmati itu semua. Menyadari diri sangat kecil, hanya sekedar noktah di jagad raya, yang gak ada apa-apanya, mengingatkan diri untuk tidak tinggi hati terhadap apapun.

Disiplin lari kini adalah tantangan terbesarku. Bukan hanya soal seberapa jauh kilometer yang ingin kucapai, tapi juga gimana caranya ningkatin speed dan pace. Saat ini average speed-ku 8:21 km/h dan average pace-ku 7m:19s/km. Aku ingin naikin average speed menjadi 10 km/h dan average pace 6m:30s/km. Untuk itu perlu latihan interval dan cross-training lainnya, yang ujung-ujungnya balik lagi ke tantangan buat mendisiplinkan diri. Lari pagi dan sore, barang hanya punya 30 menit waktu luang, kuusahakan diisi dengan lari, dan kadang diselingi dengan latihan renang dan yoga. Capek? Capek banget! Tapi jadi gak berasa kalau dijalanin bareng temen-temen.

Lari juga menjadi latihan mental, tiap kali rasanya ingin menyerah tapi kemudian teringat kembali mimpi-mimpi yang ingin kucapai, rasanya semangat kembali terbakar. Selain itu, seberapa pun hebatnya target lari yang dipasang, tetap mesti dijalani dengan sabar. Ibarat penjahit yang ingin membuat baju, menjahitnya mesti sabar senti demi senti, begitu juga pelari yang ingin mencapai finish mesti sabar berlari menikmati kilometer demi kilometer.

Aku tidak tahu apa yang akan terjadi dengan mimpi-mimpiku di tahun depan, apakah bisa terwujud atau justru offside dari kenyataan. For sure I am redefining my goals with stronger reasons. Salah satu bucket list-ku adalah berlari di Gunung Rinjani, demi bisa melihat langsung pemandangan seperti foto di bawah. Walaupun terdengar gila tapi juga terasa begitu nyata. Semoga kelak masih diberi umur panjang, dompet tebal, dan kesehatan yang kuat sampai waktunya tiba.

Semoga Semesta mendukung.

Rinjani Altitude Run, 2600m asl. Photo credit: Instagram @runningrage_snap

No comments:

Post a Comment