Tiket pesawat sudah di tangan, booking hotel sudah siap, perlengkapan lari juga sudah ready, tinggal packing dan aku siap berangkat ke Bromo. Gunung Bromo, awalnya terdengar begitu asing di benakku, nggak pernah terbayang sebelumnya aku bakal keluyuran di tempat ini, demi race 21 km pertamaku, Bromo Marathon.
Petualangan dimulai begitu tiba di terminal bus Damri, aku berangkat bareng mbak Ratna & mbak Wulan, duo travel buddy yang selalu sukses bikin aku ngakak guling-guling berkat celotehan mereka. Flight berangkat menjelang makan siang. Walaupun satu pesawat tapi nomor kursiku terpisah dari duo ladies tersebut karena kita berbeda nomor booking. Untungnya di sebelahku duduk mbak Dessy, sesama runner yang ternyata juga berangkat untuk Bromo Marathon. Walaupun baru kenal tapi kita langsung klik cerita ngalor-ngidul tentang dunia pelarian. Nggak terasa jam 1 siang pesawat sudah landing di Surabaya, kita bersiap langsung berangkat ke Bromo dengan mobil sewa. Mbak Dessy yang tadinya berencana menunggu shuttle bus jam 6 sore akhirnya ikut kita. Isi mobil pun heboh dengan 4 ladies dan 1 driver yang ramah sekali berbagi info tempat-tempat makan enak di sepanjang perjalanan.
Begitu memasuki Sidoarjo, kita pingin mampir melihat lumpur Porong yang terkenal itu. Mobil pun berhenti di dekat kawasan lumpur. Papan besar bertuliskan 'Wisata Lumpur' terlihat aneh bagiku, apalagi ada banyak laki-laki berbadan gempal yang menjaga kawasan itu. Perasaanku mulai tak enak. Benar saja begitu keluar dari mobil kita langsung ditodong dua orang lelaki bertampang semrawut yang meminta uang parkir Rp 20,000. Kita menawar tapi mereka memaksa, setengah hati kita pun membayar dan melangkah menuju bukit lumpur, tapi di tengah jalan kita dicegat lagi sama preman-preman berkumis pelintir, tanpa basa-basi mereka minta duit Rp 80,000 sebagai karcis masuk! Kita coba tawar tapi mereka malah mengepung kita depan-belakang, bak kawanan burung bangkai bersiap menyantap mangsanya. Daripada kepala benjol kita pun mundur perlahan sambil menahan hati dongkol. Kembali ke mobil ternyata driver kita tidak putus asa membawa kita ke bagian lain dari kawasan lumpur yang lebih longgar penjagaannya. Dikatakan juga jika ada penjaga yang bertanya, bilang saja 'mahasiswa ITS'. Setelah celingak-celinguk nggak terlihat ada yang jaga, kita pun masuk kawasan voorboden. Baru sekian meter berjalan, dari kejauhan terlihat gerombolan motor menghampiri kita. Kita sudah bersiap lahir-batin kalau ditanya macem-macem nanti jawabnya sedang ada penelitian dari ITS. Ternyata alibi itu ampuh membuat bapak-bapak kuncen mengurungkan niat minta duit. Kita pun pura-pura sibuk memfoto kawasan tersebut, sumber lumpurnya jauh dipandang mata jadi yang terlihat hanya seperti telaga besar saja dikelilingi padang rumput luas.
Wisata Lumpur |
Kita melanjutkan perjalanan, mampir sebentar beli klepon dan krupuk upil. Enak banget kleponnya baru diangkat dari kompor jadi masi anget, taburan kelapanya juga gurih, isian gulanya juga nggak terlalu manis, pokoknya yummy! Kalau krupuk upil itu wujudnya semacam krupuk pasir, yang gorengnya nggak pake minyak tapi disangrai dengan pasir, entah kenapa orang sana nyebutnya krupuk upil, jadilah kita ramai-ramai ngupil (=nyemil krupuk upil) di mobil.
Fresh klepon dari panci |
Perjalanan ke hotel masih sangat jauuhhh, rencananya kita mau bermalam di Hotel Cemara Indah yang katanya view-nya ciamik langsung menghadap ke Gunung Bromo. Driver pun menyetir mobil ke arah Probolinggo tempat hotel tersebut berada. Lalu kita teringat mesti ngambil racepack dulu di Wonokitri sehingga driver putar balik padahal posisi sudah setengah jalan ke hotel. Yang kita nggak pahami adalah lokasi race letaknya di Desa Wonokitri Pasuruan sementara hotel berada di Desa Ngadisari Probolinggo. Jarak kedua tempat tersebut sekitar 40 km karena mesti ngitarin gunung, ada jalan pintas tapi hanya mobil jeep yang boleh masuk karena jalurnya melewati padang pasir.
Enam jam kita berkendara melewati desa pemukiman orang-orang bersarung, serta jalan-jalan hutan yang gelap dan sepiiiii...akhirnya kita sampai juga di Wonokitri jam 10 malam. Setelah mengambil racepack, kita bingung mau bermalam dimana karena hotel yang sudah kita bayar full itu masih sangat jauh, nggak mungkin kita balik lagi ke Probolinggo. Untungnya mbak Dessy yang ikut mobil kita sudah booking homestay di Wonokitri bersama temannya. Untungnya lagi mereka berbaik hati mau sharing homestay dengan kita. Akhirnya kita pun numpang bermalam di Wonokitri, langsung membersihkan badan, nyobain mandi dengan air yang alamak dinginnya luar biasa!
Esoknya jam 3 pagi kita mulai tour keliling Bromo, dimulai dari melihat sunrise, padang savanna, pasir berbisik, diakhiri dengan mendaki kawah gunung. Pemandangannya udah nggak bisa dideskripsikan dengan kata-kata, semuanya terlihat cantik dan menakjubkan. Rasanya ingin berlama-lama di sana tapi matahari semakin tinggi dan debu pasir beterbangan membuat sulit bernafas. Jam 10 pagi kita udah balik lagi ke homestay dan beristirahat. Tips: sebelum melihat sunrise di Pananjakan, jangan lupa cobain pisang gorengnya, pisangnya panjang-panjang dan licin, langsung digoreng begitu dipesan, top banget apalagi kalau sambil minum teh/kopi hangat.
Di homestay kita tinggal ber-6, selain kita bertiga dan mbak Dessy, ada mbak Reti dan Ajeng. Kita semua sama-sama ngambil race Half Marathon (HM). Senang rasanya bisa kenalan banyak teman baru, banyak cerita dan sharing pengalaman. Nggak nyangka di balik musibah kemarin gagal nginap di hotel, hikmahnya bisa ketemu orang-orang baik hati yang walaupun baru kenal tapi terasa sudah seperti saudara sendiri. Kita menikmati waktu sore dengan jalan-jalan santai di Wonokitri, makan bakso yang cepet banget dinginnya karena udara gunung, kemudian lekas tidur menghadapi race day besok.
Yeay, race day! Beruntung karena lokasi homestay yang dekat dari garis start, kita nggak terburu-buru menyiapkan diri, masih sempat sarapan dan memasang printilan running gears. Race HM dimulai jam 07.30, masih banyak waktu buat foto-foto.
Para ladies IR Bogor :) |
Nggak lama setelah gun time untuk Full Marathon ditembakkan, HM runners mulai berlari. Karena nggak ngejar target personal di event ini, aku berlari super santai. Baru masuk kilometer 2 jalanan mulai menanjak sementara nafas udah ngos-ngosan karena tubuh masih berusaha menyesuaikan diri. Walau baru beberapa kilometer tapi pemandangannya cukup bikin wow. Track yang tadinya beraspal mulai masuk ke track berpasir. Pasirnya berganti-ganti mulai dari pasir coklat, pasir abu-abu, pasir merah, pasir hitam, pasir abu-abu lagi, begitu seterusnya sampai kira-kira kilometer 14. Udah mana tanjakannya gak abis-abis, berpasir pula, benar-benar menguji iman. Tiap kali melangkah, kaki langsung blesek masuk pasir jadi berat dibawa lari, belum lagi debu pasir halus yang beterbangan bikin sesak nafas dan mata perih. Kepalaku sempat pusing di tanjakan maut (entah kilometer berapa), untung aku bawa kurma dan hydropack, sambil minum+ngunyah sambil jalan cepat, efeknya langsung terasa badan jadi seger lagi.
Paling heboh itu di kilometer berapa ya (lupa) yang ngelewatin kampung, lari disambut para penduduk, high-five sama anak-anak kecil, seru banget! Sayang karena keasyikan berlari, aku malah lupa minta foto bareng sama mereka. Paling wow waktu lari menyusuri punggung gunung dan bisa melihat summit Gunung Semeru dari jauh, berkat cuaca cerah & langit yang jernih pemandangannya jadi terlihat sempurna.
Paling heboh itu di kilometer berapa ya (lupa) yang ngelewatin kampung, lari disambut para penduduk, high-five sama anak-anak kecil, seru banget! Sayang karena keasyikan berlari, aku malah lupa minta foto bareng sama mereka. Paling wow waktu lari menyusuri punggung gunung dan bisa melihat summit Gunung Semeru dari jauh, berkat cuaca cerah & langit yang jernih pemandangannya jadi terlihat sempurna.
Puncak Gunung Semeru di kejauhan |
View yang selalu bikin kangen |
Nggak terasa udah kilometer 17 aja |
Kurang dari 5 kilometer lagi menuju finish, kondisi track berganti menjadi aspal teduh yang dinaungi pohon-pohon rindang sepanjang jalan. Elevasi yang tadinya nanjak tak berkesudahan sekarang berganti menjadi turunan curam. Hasrat lari ngebut begitu menggebu tapi mesti menahan diri karena kalau tidak dengkul bisa-bisa copot. Menjelang garis finish, aku nggak menyangka ternyata ada banyak sekali orang yang menyambut. Para volunteer bule dengan sangat antusias berteriak menyemangati para pelari. Begitu finish, medali langsung dikalungkan ke leherku. Setengah tak percaya aku berhasil melampaui keraguan dan bisa finish strong & happy di race HM perdanaku.
My first HM medal |
![]() |
My timing record |
Usai race, kita pun membersihkan diri dan bersiap check out dari homestay. Satu lagi blessings bertemu dengan orang baik seperti mbak Reti adalah kita boleh ikut mobilnya balik ke Surabaya. Beruntung sekali sekaligus merasa sangat berutang budi sama mbak Reti yang sudah banyak menolong kita (terimakasih J). Bermalam di Surabaya, akhirnya kita nggak perlu takut lagi mandi sama air. Trauma mandi di Bromo yang dinginnya sedingin es, perlu mental baja buat nyiramin air ke badan apalagi ke bagian kepala.
Esoknya kita berangkat jalan-jalan ke Madura, melintasi jembatan Suramadu dan makan bebek Sinjay. Setelah itu balik lagi ke Surabaya dan makan lagi di restoran Bu Rudy. Gimana pipi nggak gembil kita selama naik gunung makan terus, pas turun gunung juga makan melulu. Beres mencari oleh-oleh, kita makan lagi di warung tahu campur dan tahu tek, hehe...
![]() |
Foodism |
Benar-benar puas liburan kali ini, acaranya lengkap mulai dari lari, foto-foto, hingga wisata kuliner. Merasa bersyukur punya teman-teman baik, ketemu dengan orang-orang yang baik juga, sehingga berbagai hambatan dapat dimudahkan jalannya. Flight jam 5 sore, pulang ke Bogor pun jalanan lancar nggak begitu macet. Semoga petualangan berikutnya bisa lebih asyik lagi. Bye, Bromo~
hello...thnks buat tulisannya, lumayan kasih gambaran buat yang buta tentang bromo marathon. btw waktu itu pergi ke bromo-nya sewa mobil sendiri ya? itu cuma one way kita di drop di sana dan supir pulang ATAU kita harus membayar penginepan untuk supirnya juga ya?? terus kira2 bayar berapa ya kalo sewa mobil begitu? dan untuk penginepan di homestaynya itu apakah aman atau pernah denger ada kasus2 kehilangan? thank you...
ReplyDeleteHallo juga Anonymous... waktu itu dipinjami mobil+supir sama temannya teman, saya hanya bayar patungan bensin+tip supir saja, sampai sana di drop. Pulangnya kebetulan ketemu teman-teman baru yang berbaik hati ngasi tumpangan mobilnya sampai balik lagi ke bandara. Homestay juga kebetulan menumpang homestay-nya teman itu, alhamdulillah aman-aman saja. Soal berapa bayar sewa mobil, saya tidak ingat, hanya ingatnya waktu itu sewa jeep keliling bromo sekitar 500-600rb rupiah. Semoga infonya membantu ya, happy travelling.
Deletethankyouuu...haha..nggak ikut bromo marathon lagi kali ini?
Deletetahun ini nggak :)
Delete